Rabu, 06 Juni 2012

Cara bikin ringtone di Samsung Galaxy Mini Android,

bikin folder di SD-card (via komputer) seperti berikut ini :

sdcard/media/audio/notification ==> untuk meletakkan ringtone buat sms &
notifikasi

sdcard/media/audio/ringtones ==> untuk meletakkan file ringtones buat telpon...


Jumat, 13 April 2012

UU Mata Uang




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2011
TENTANG
MATA UANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
suatu negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Mata
Uang sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang
harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga
Negara Indonesia;
b. bahwa Mata Uang diperlukan sebagai alat pembayaran
yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional dan
internasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia;
c. bahwa selama ini pengaturan tentang macam dan harga
Mata Uang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 belum diatur dengan undang-undang tersendiri;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Mata Uang;
Mengingat
: 1. Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23B Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4962);
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG – UNDANG TENTANG MATA UANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Rupiah.
2. Uang adalah alat pembayaran yang sah.
3. Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk kapal dan
pesawat terbang yang berbendera Republik Indonesia,
Kedutaan Republik Indonesia, dan kantor perwakilan
Republik Indonesia lainnya di luar negeri.
5. Ciri Rupiah adalah tanda tertentu pada setiap Rupiah
yang ditetapkan dengan tujuan untuk menunjukkan
identitas, membedakan harga atau nilai nominal, dan
mengamankan Rupiah tersebut dari upaya pemalsuan.
6. Kertas Uang adalah bahan baku yang digunakan untuk
membuat Rupiah kertas yang mengandung unsur
pengaman dan yang tahan lama.
7. Logam Uang adalah bahan baku yang digunakan untuk
membuat Rupiah logam yang mengandung unsur
pengaman dan yang tahan lama.
8. Rupiah . . .
- 3 -
8. Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran,
warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah
yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau
diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran
dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol
negara.
9. Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran,
warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah
yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan,
atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan
hukum.
10. Pengelolaan Rupiah adalah suatu kegiatan yang mencakup
Perencanaan, Pencetakan, Pengeluaran, Pengedaran,
Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Rupiah
yang dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel.
11. Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan
menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan
berdasarkan perkiraan kebutuhan Rupiah dalam periode
tertentu.
12. Pencetakan adalah suatu rangkaian kegiatan mencetak
Rupiah.
13. Pengeluaran adalah suatu rangkaian kegiatan
menerbitkan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Pengedaran adalah suatu rangkaian kegiatan
mengedarkan atau mendistribusikan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15. Pencabutan dan Penarikan adalah rangkaian kegiatan
yang menetapkan Rupiah tidak berlaku lagi sebagai alat
pembayaran yang sah di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
16. Pemusnahan adalah suatu rangkaian kegiatan meracik,
melebur, atau cara lain memusnahkan Rupiah sehingga
tidak menyerupai Rupiah.
17. Penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
18. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
19. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II . . .
- 4 -
BAB II
MACAM DAN HARGA RUPIAH
Bagian Kesatu
Macam Rupiah
Pasal 2
(1) Mata Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Rupiah.
(2) Macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah
logam.
(3) Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimbolkan
dengan Rp.
Bagian Kedua
Harga Rupiah
Pasal 3
(1) Harga Rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum
pada setiap pecahan Rupiah.
(2) Satu Rupiah adalah 100 (seratus) sen.
(3) Pecahan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi
dengan Pemerintah.
(4) Dalam menetapkan pecahan Rupiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia berkoordinasi
dengan Pemerintah memperhatikan kondisi moneter,
kepraktisan sebagai alat pembayaran, dan/atau
kebutuhan masyarakat.
(5) Perubahan harga Rupiah diatur dengan Undang-Undang.
BAB III . . .
- 5 -
BAB III
CIRI, DESAIN, DAN BAHAN BAKU RUPIAH
Bagian Kesatu
Ciri Rupiah
Pasal 4
Ciri Rupiah terdiri atas ciri umum dan ciri khusus.
Pasal 5
(1) Ciri umum Rupiah kertas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. gambar lambang negara ”Garuda Pancasila”;
b. frasa ”Negara Kesatuan Republik Indonesia”;
c. sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai
nominalnya;
d. tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia;
e. nomor seri pecahan;
f. teks ”DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
MENGELUARKAN RUPIAH SEBAGAI ALAT
PEMBAYARAN YANG SAH DENGAN NILAI …”; dan
g. tahun emisi dan tahun cetak.
(2) Ciri umum Rupiah logam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. gambar lambang negara ”Garuda Pancasila”;
b. frasa ”Republik Indonesia”;
c. sebutan pecahan dalam angka sebagai nilai
nominalnya; dan
d. tahun emisi.
(3) Setiap pecahan Rupiah selain memiliki ciri umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga
memiliki ciri khusus sebagai pengaman yang terdapat
pada desain, bahan, dan teknik cetak.
(4) Ciri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat
terbuka, semi tertutup, dan tertutup.
Pasal 6 . . .
- 6 -
Pasal 6
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak memuat
gambar orang yang masih hidup.
Pasal 7
(1) Gambar pahlawan nasional dan/atau Presiden
dicantumkan sebagai gambar utama pada bagian depan
Rupiah.
(2) Penggunaan gambar pahlawan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperoleh Pemerintah dari
instansi resmi yang bertanggung jawab dan berwenang
menatausahakan gambar dimaksud dan memperoleh
persetujuan dari ahli waris.
(3) Gambar pahlawan nasional dan/atau Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Bagian Kedua
Desain Rupiah
Pasal 8
Desain Rupiah meliputi ciri, tanda tertentu, ukuran, dan
unsur pengaman.
Bagian Ketiga
Bahan Baku Rupiah
Pasal 9
(1) Bahan baku Rupiah terdiri atas Kertas Uang atau Logam
Uang.
(2) Bahan baku Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan produk dalam negeri dengan menjaga
mutu, keamanan, dan harga yang bersaing serta
ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi
dengan Pemerintah.
Pasal 10 . . .
- 7 -
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai ciri, desain, dan kriteria
bahan baku Rupiah diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB IV
PENGELOLAAN RUPIAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Pengelolaan Rupiah meliputi tahapan:
a. Perencanaan;
b. Pencetakan;
c. Pengeluaran;
d. Pengedaran;
e. Pencabutan dan Penarikan; dan
f. Pemusnahan.
(2) Perencanaan, Pencetakan, dan Pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia
yang berkoordinasi dengan Pemerintah.
(3) Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran,
dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.
(4) Dalam melaksanakan Pengedaran Rupiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menentukan
nomor seri uang kertas.
Pasal 12
Seluruh tahapan dalam Pengelolaan Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) mengikuti prosedur
pengamanan.
Bagian . . .
- 8 -
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 13
(1) Perencanaan dan penentuan jumlah Rupiah yang dicetak
dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan
Pemerintah.
(2) Penyediaan jumlah Rupiah yang beredar dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Pencetakan
Pasal 14
(1) Pencetakan Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Pencetakan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk badan
usaha milik negara sebagai pelaksana Pencetakan Rupiah.
(3) Dalam hal badan usaha milik negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sanggup
melaksanakan Pencetakan Rupiah, Pencetakan Rupiah
dilaksanakan oleh badan usaha milik negara bekerja sama
dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang
transparan dan akuntabel serta menguntungkan negara.
(4) Pelaksana Pencetakan Rupiah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus menjaga mutu, keamanan, dan harga
yang bersaing.
Bagian Keempat
Pengeluaran
Pasal 15
(1) Pengeluaran Rupiah dilakukan dan ditetapkan oleh Bank
Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia, serta diumumkan melalui media massa.
(2) Rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari bea
materai.
(3) Bank . . .
- 9 -
(3) Bank Indonesia menetapkan tanggal, bulan, dan tahun
mulai berlakunya Rupiah.
Bagian Kelima
Pengedaran
Pasal 16
(1) Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang mengedarkan Rupiah kepada masyarakat.
(2) Pengedaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan
jumlah uang beredar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengedarkan
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Keenam
Pencabutan dan Penarikan
Pasal 17
(1) Pencabutan dan Penarikan Rupiah dari peredaran
dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia,
ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,
serta diumumkan melalui media massa.
(2) Pencabutan dan Penarikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan penggantian oleh Bank Indonesia
sebesar nilai nominal yang sama.
(3) Hak untuk memperoleh penggantian Rupiah yang telah
dicabut dan ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku setelah 10 (sepuluh) tahun
sejak tanggal Pencabutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penggantian atas
Rupiah yang dicabut dan ditarik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bagian . . .
- 10 -
Bagian Ketujuh
Pemusnahan
Pasal 18
(1) Pemusnahan terhadap Rupiah yang ditarik dari peredaran
dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan
Pemerintah.
(2) Jumlah dan nilai nominal Rupiah yang dimusnahkan
ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(3) Kriteria Rupiah yang dimusnahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Rupiah yang tidak layak edar;
b. Rupiah yang masih layak edar yang dengan
pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat
ekonomis dan/atau kurang diminati oleh masyarakat;
dan/atau
c. Rupiah yang sudah tidak berlaku.
Pasal 19
Bank Indonesia wajib melaporkan Pengelolaan Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 secara periodik setiap
3 (tiga) bulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 20
(1) Untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan
Pencetakan, Pengeluaran, dan Pemusnahan Rupiah,
Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit secara
periodik.
(2) Pelaksanaan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
BAB V . . .
- 11 -
BAB V
PENGGUNAAN RUPIAH
Pasal 21
(1) Rupiah wajib digunakan dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi
dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya
yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi:
a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar
negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau
e. transaksi pembiayaan internasional.
BAB VI
PENUKARAN RUPIAH
Pasal 22
(1) Untuk memenuhi kebutuhan Rupiah di masyarakat dalam
jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai,
dan dalam kondisi yang layak edar, Rupiah yang beredar
di masyarakat dapat ditukarkan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. penukaran Rupiah dapat dilakukan dalam pecahan
yang sama atau pecahan yang lain; dan/atau
b. penukaran Rupiah yang lusuh dan/atau rusak
sebagian karena terbakar atau sebab lainnya
dilakukan penggantian dengan nilai yang sama
nominalnya.
(2) Penukaran . . .
- 12 -
(2) Penukaran Rupiah yang rusak sebagian karena terbakar
atau sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan penggantian apabila tanda keaslian
Rupiah tersebut masih dapat diketahui atau dikenali.
(3) Kriteria Rupiah yang lusuh dan/atau rusak yang dapat
diberikan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank
Indonesia.
(4) Penukaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Bank Indonesia, bank yang beroperasi di
Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 23
(1) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah
yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi
dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian
kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan
secara tertulis.
Pasal 24
(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk
tujuan pendidikan dan/atau promosi dengan memberi
kata spesimen.
(2) Setiap orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan
Rupiah Tiruan.
Pasal 25 . . .
- 13 -
Pasal 25
(1) Setiap orang dilarang merusak, memotong,
menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan
maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol
negara.
(2) Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang
sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.
(3) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah
yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau
diubah.
Pasal 26
(1) Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.
(2) Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara
apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
(3) Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau
membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan
Rupiah Palsu.
(4) Setiap orang dilarang membawa atau memasukkan Rupiah
Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah
Palsu.
Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli,
mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak,
atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk
membuat Rupiah Palsu.
(2) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli,
mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan
atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu.
BAB VIII . . .
- 14 -
BAB VIII
PEMBERANTASAN RUPIAH PALSU
Pasal 28
(1) Pemberantasan Rupiah Palsu dilakukan oleh Pemerintah
melalui suatu badan yang mengoordinasikan
pemberantasan Rupiah Palsu.
(2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur:
a. Badan Intelijen Negara;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Agung;
d. Kementerian Keuangan; dan
e. Bank Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung
jawab badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Presiden.
Pasal 29
(1) Kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah berada
pada Bank Indonesia.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai tanda keaslian Rupiah kepada
masyarakat.
(3) Masyarakat dapat meminta klarifikasi dari Bank Indonesia
tentang Rupiah yang diragukan keasliannya.
BAB IX
PEMERIKSAAN
TINDAK PIDANA TERHADAP RUPIAH
Pasal 30
Pemeriksaan tindak pidana terhadap Rupiah dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 31 . . .
- 15 -
Pasal 31
Alat bukti dalam perkara tindak pidana terhadap Rupiah
meliputi:
a. alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang tentang
Hukum Acara Pidana; dan
b. alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang ini, yaitu:
1. barang yang menyimpan gambar, suara dan film, baik
dalam bentuk elektronik maupun optik, dan semua
bentuk penyimpanan data; dan/atau
2. data yang tersimpan dalam jaringan internet atau
penyedia saluran komunikasi lainnya.
Pasal 32
(1) Selain kewenangan Penyidik sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana,
Penyidik juga berwenang untuk membuka akses atau
memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang
tersimpan dalam arsip komputer, jaringan internet, media
optik, serta semua bentuk penyimpanan data elektronik
lainnya.
(2) Untuk kepentingan penyidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik dapat menyita alat bukti dari
pemilik data dan penyedia jasa layanan elektronik.
(3) Dalam hal ditemukan terdapat hubungan antara data
elektronik dan perkara yang sedang diperiksa, data
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampirkan pada berkas perkara.
(4) Dalam hal tidak ditemukan adanya hubungan antara data
elektronik dan perkara, data elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihapus dan Penyidik
berkewajiban menjaga rahasia isi data elektronik yang
dihapus.
BAB X . . .
- 16 -
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi
dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah
yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi
dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 34
(1) Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan
pendidikan dan promosi dengan memberi kata spesimen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan
Rupiah Tiruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 35 . . .
- 17 -
Pasal 35
(1) Setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong,
menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan
maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang membeli atau menjual Rupiah yang
sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah
yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau
diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 36
(1) Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa
pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan
Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah).
(4) Setiap . . .
- 18 -
(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah
Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah
Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5)
dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur
hidup dan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 37
(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli,
mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak
atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk
membuat Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli,
mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan
atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Pasal 38
(1) Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal
36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan oleh
pegawai Bank Indonesia, pelaksana Pencetakan Rupiah,
badan yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah
Palsu, dan/atau aparat penegak hukum, pelaku dipidana
dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum
ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dalam . . .
- 19 -
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan secara
terorganisasi, digunakan untuk kejahatan terorisme, atau
digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan
terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Pasal 39
(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan ketentuan ancaman pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal
34, Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37 ditambah 1/3 (satu
per tiga).
(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak mampu membayar pidana denda,
dalam putusan pengadilan dicantumkan perintah
penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda
pengurus korporasi.
(3) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37, setiap
orang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan
izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang
tertentu milik terpidana.
Pasal 40
(1) Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu
membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti dengan
pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana
denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
(2) Lama . . .
- 20 -
(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan
pengadilan.
Pasal 41
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan
Pasal 34 adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,
Pasal 36, dan Pasal 37 adalah kejahatan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Rupiah kertas dengan ciri umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) mulai berlaku, dikeluarkan, dan
diedarkan pada tanggal 17 Agustus 2014.
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Rupiah kertas
dan Rupiah logam yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum dicabut dan
ditarik dari peredaran.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan
perundang-undangan yang ada dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
ini.
Pasal 45 . . .
- 21 -
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan BAB X
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan
Mata Uang dan uang kertas dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 46
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 2, Pasal
19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4962) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan perundang-undangan sebagai peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan
paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 48
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 22 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Juni 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Juni 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 64.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2011
TENTANG
MATA UANG
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat memiliki simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan
dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia. Salah satu simbol
kedaulatan negara tersebut adalah Mata Uang. Mata Uang yang dikeluarkan
oleh Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah Rupiah. Rupiah
dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan
perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal
23B mengamanatkan bahwa macam dan harga Mata Uang ditetapkan
dengan undang-undang. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan
untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan
harga Mata Uang. Rupiah sebagai Mata Uang Negara Kesatuan Republik
Indonesia sesungguhnya telah diterima dan digunakan sejak kemerdekaan.
Dalam sejarah pengaturan macam dan harga Mata Uang di Indonesia
setelah masa kemerdekaan, pernah dibentuk 4 (empat) undang-undang
yang mengatur Mata Uang. Penerbitan keempat undang-undang tersebut
bukan sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945, melainkan sebagai pelaksanaan amanat Pasal
109 ayat (4) Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Dalam kehidupan perekonomian suatu negara, peranan uang sangatlah
penting karena uang mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai alat
penukar atau alat pembayar dan pengukur harga sehingga dapat dikatakan
bahwa uang merupakan salah satu alat utama perekonomian. Dengan uang
perekonomian suatu negara akan berjalan dengan baik sehingga
mendukung tercapainya tujuan bernegara, yaitu mencapai masyarakat adil
dan makmur. Selain itu, jika dilihat secara khusus dari bidang moneter,
jumlah uang yang beredar dalam suatu negara harus dikelola dengan baik
sesuai dengan kebutuhan perekonomian.
Karena . . .
- 2 -
Karena melihat perannya yang sangat penting, uang harus dibuat
sedemikian rupa agar sulit ditiru atau dipalsukan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Di sinilah peran otoritas yang profesional sangat
diperlukan untuk menentukan ciri, desain, dan bahan baku Rupiah.
Kejahatan terhadap Mata Uang, terutama pemalsuan uang, dewasa ini
semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan,
terutama dalam hal dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan
uang yang dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional.
Pemalsuan uang dewasa ini ternyata juga menimbulkan kejahatan lainnya
seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundring),
pembalakan kayu secara liar (illegal logging), dan perdagangan orang
(human trafficking), baik yang dilakukan secara perseorangan, terorganisasi,
maupun yang dilakukan lintas negara. Bahkan, modus dan bentuk
kejahatan terhadap Mata Uang semakin berkembang. Sementara itu,
ketentuan tindak pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana belum mengatur secara komprehensif jenis
perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan. Dengan
mempertimbangkan dasar pemikiran tersebut, perlu diatur macam dan
harga Mata Uang, termasuk sanksi dalam suatu undang-undang karena hal
itu merupakan suatu kebutuhan yang mendasar.
Undang-Undang ini mewajibkan penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi
yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang
harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya, yang
dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepercayaan
masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan berdampak pada kepercayaan
masyarakat internasional terhadap Rupiah dan perekonomian nasional
pada umumnya sehingga Rupiah memiliki martabat, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri dan Rupiah terjaga kestabilannya.
Undang-Undang ini menekankan pula pada Pengelolaan Rupiah yang
terintegrasi, mulai dari perencanaan jumlah Rupiah yang akan dicetak,
Pencetakan Rupiah, Pengeluaran Rupiah, Pengedaran Rupiah, serta
Penarikan dan Pencabutan Rupiah sampai dengan Pemusnahan Rupiah
dengan tingkat pengawasan yang komprehensif sehingga ada check and
balances antarpihak yang terkait agar tercipta good governance.
Penegakan hukum terkait kejahatan Mata Uang, terutama pemalsuan
Rupiah, memerlukan pengaturan yang memberikan efek jera bagi pelaku
karena efek kejahatan tersebut berdampak luar biasa terhadap
perekonomian dan martabat bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu,
setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai
sanksi pidana yang sangat berat.
Secara . . .
- 3 -
Secara garis besar materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini
meliputi (i) pengaturan mengenai Rupiah secara fisik, yakni mengenai
macam dan harga, ciri, desain, serta bahan baku Rupiah; (ii) pengaturan
mengenai Pengelolaan Rupiah sejak Perencanaan, Pencetakan, Pengeluaran,
Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Rupiah; (iii)
pengaturan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah, penukaran Rupiah,
larangan, dan pemberantasan Rupiah Palsu; serta (iv) pengaturan mengenai
ketentuan pidana terkait masalah penggunaan, peniruan, perusakan, dan
pemalsuan Rupiah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selain simbol Rp (Rp ditulis tanpa tanda titik), dikenal juga IDR yang
merupakan singkatan dari Indonesian Rupiah, biasanya digunakan
dalam perdagangan internasional, baik dilaksanakan di dalam
maupun di luar negeri.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Berkoordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk
pemberitahuan dan pertukaran informasi sebagai bahan
pertimbangan.
Ayat (4)
Berkoordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk
pemberitahuan dan pertukaran informasi sebagai bahan
pertimbangan.
Ayat (5) . . .
- 4 -
Ayat (5)
Selama Undang-Undang mengenai perubahan harga Rupiah belum
diundangkan, perubahan harga Rupiah tidak dapat dilakukan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penandatanganan oleh pihak Pemerintah diwakili Menteri
Keuangan dan penandatanganan oleh pihak Bank Indonesia
diwakili Gubernur Bank Indonesia.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “bersifat terbuka (overt)” adalah unsur
pengaman yang dapat dideteksi tanpa bantuan alat.
Yang dimaksud dengan “bersifat semi tertutup (semicovert)” adalah
unsur pengaman yang dapat dideteksi dengan menggunakan alat
yang sederhana seperti kaca pembesar dan lampu ultraviolet (UV).
Yang dimaksud “bersifat tertutup (covert/forensic)” adalah unsur
pengaman yang hanya dapat dideteksi dengan menggunakan
peralatan laboratorium/forensik.
Pasal 6 . . .
- 5 -
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pahlawan nasional” adalah pahlawan
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan.
Yang dimaksud dengan “bagian depan Rupiah” adalah sisi desain
Rupiah yang terdapat gambar lambang negara "Garuda Pancasila".
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “tanda tertentu” mencakup warna, gambar,
ukuran, besar, bahan Rupiah, dan tanda lainnya.
Yang dimaksud dengan “unsur pengaman” termasuk di dalamnya ciri
atau tanda yang dapat dipergunakan oleh tunanetra.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “berkoordinasi” adalah Bank Indonesia
memberitahukan spesifikasi teknis dan ciri bahan baku Rupiah
kepada badan yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu
dalam upaya mencegah dan memberantas Rupiah Palsu, demikian
pula badan yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu
dapat memberikan masukan tentang aspek keamanan bahan baku
Rupiah kepada Bank Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 6 -
Ayat (2)
Berkoordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk
pemberitahuan dan pertukaran informasi sebagai bahan
pertimbangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkoordinasi” diwujudkan dalam
bentuk pertukaran informasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah,
antara lain terkait dengan asumsi tingkat inflasi, asumsi
pertumbuhan ekonomi, rencana tentang macam dan harga Rupiah,
proyeksi jumlah Rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah Rupiah yang
rusak dan yang ditarik dari peredaran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Untuk menjaga kualitas keamanan Rupiah, dalam Pencetakan
Rupiah, Bank Indonesia meminta masukan dari badan yang
mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” adalah badan
usaha milik negara yang bergerak dalam bidang pencetakan Rupiah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tidak sanggup melaksanakan Pencetakan
Rupiah” adalah ketidaksanggupan yang disebabkan oleh keadaan
kahar (force majeure) dan bencana sosial.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “harga yang bersaing” adalah harga yang
batasannya ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan
mengenai pengadaan barang dan jasa.
Pasal 15 . . .
- 7 -
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Penetapan Pencabutan Rupiah memuat pengaturan mengenai
tanggal berakhirnya Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan
batas waktu penukaran Rupiah kepada bank, Bank Indonesia,
atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Penarikan Rupiah meliputi penarikan dalam rangka Pencabutan dan
penggantian Rupiah yang rusak atau lusuh.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Berkoordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini
diwujudkan dalam bentuk nota kesepahaman antara Bank Indonesia
dan Pemerintah yang berisi teknis pelaksanaan Pemusnahan Rupiah,
termasuk pembuatan berita acara Pemusnahan Rupiah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan
dan perbankan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
- 8 -
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “transaksi keuangan lainnya” antara
lain meliputi kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah
dan jenis pecahan dari nasabah kepada bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Rupiah yang lusuh” adalah Rupiah yang
ukuran dan bentuk fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya, tetapi
kondisinya telah berubah yang antara lain karena jamur, minyak,
bahan kimia, atau coretan.
Yang dimaksud dengan “Rupiah yang rusak” adalah Rupiah yang
ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara
lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau Rupiah yang
ukuran fisiknya berbeda dengan ukuran aslinya, antara lain karena
robek atau uang yang mengerut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25 . . .
- 9 -
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “merusak” adalah mengubah bentuk,
atau mengubah ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar,
melubangi, menghilangkan sebagian, atau merobek.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam memberikan penjelasan informasi dan pengetahuan tentang
keaslian Rupiah, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan pihak
lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 10 -
Ayat (2)
Untuk menyerahkan dan/atau membuka data elektronik
dimaksud, Penyidik melakukannya dengan memberikan tanda
terima.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44 . . .
- 11 -
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5223.